SAMARINDA, denganews.com – Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berkolaborasi bersama Universitas Mulawarman ( UNMUL) Samarinda, menggelar sosialisasi mengenai teknologi karbonisasi tandan kosong sawit di Hotel Bumi Senyiur, Kamis (08/07/2024). Teknologi ini diharapkan dapat membantu petani sawit dalam meningkatkan efisiensi pemupukan dan kesuburan tanah, di tengah tantangan biaya pupuk yang tinggi.
Prof. Dr. Erliza Hambali, Ketua Pelaksana kegiatan workshop dan Kepala Divisi Surfaktan Bioenergy and Research Center (SBRC) IPB University, menekankan bahwa lebih dari 80 persen biaya operasional perkebunan sawit digunakan untuk pembelian pupuk. Dengan harga pupuk yang semakin mahal dan ketersediaannya yang terbatas, teknologi karbonisasi tandan kosong sawit dapat menjadi solusi yang efektif.
“Sosialisasi ini membahas bagaimana memanfaatkan tandan kosong sawit melalui proses karbonisasi untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan kesuburan tanah. Dengan teknologi ini, kita bisa membantu petani sawit menurunkan biaya operasional,” jelas Prof. Erliza.
Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergy IPB University, menambahkan bahwa industri sawit memiliki peran penting bagi ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, optimalisasi pemanfaatan tandan kosong sawit sangat diperlukan, tidak hanya untuk efisiensi biaya tetapi juga untuk keberlanjutan lingkungan.
“Pemanfaatan tandan kosong sawit melalui karbonisasi akan mengembalikan bahan organik ke lahan dan mengurangi dampak lingkungan. Ini adalah langkah strategis untuk mendukung keberlanjutan industri sawit,” kata Dr. Meika.
Dwi Diar Ariadi dari PT. Bumitama Gunajaya Agro (BGA) menjelaskan bahwa perusahaan mereka sudah mulai memproduksi biochar dari tandan kosong sawit sejak tahun 2022. Dari 15 pabrik kelapa sawit, satu sudah menghasilkan biochar yang terbukti mampu menahan air dan pupuk.
“Produksi biochar ini memungkinkan penghematan pupuk. Selain itu, biochar dapat diaplikasikan setiap 5 hingga 10 tahun, berbeda dengan pupuk kompos tandan kosong yang cepat habis,” ungkap Dwi Diar.
Namun, tantangan dalam memproduksi biochar masih ada, terutama terkait produktivitas dan biaya. Rahmad Perdana Angga, Ketua Gabungan Petani Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim, mengungkapkan bahwa biaya pemupukan menyumbang 60 hingga 80 persen dari total biaya operasional perkebunan sawit. Oleh karena itu, inovasi seperti karbonisasi tandan kosong sangat diperlukan untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas.
“Pengusaha sangat membutuhkan inovasi yang dapat meningkatkan produktivitas dan menekan biaya. Ini akan membantu minyak sawit kita bersaing di pasar global,” jelas Rahmad.
Plt Direktur Penyaluran Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Zaid Burhan Ibrahim, juga menegaskan bahwa peningkatan produktivitas sawit akan berdampak positif pada kesejahteraan petani dan pemenuhan kebutuhan domestik serta internasional.
“Jika produktivitas sawit meningkat, petani akan lebih sejahtera dan kebutuhan pasar dapat dipenuhi. Ini penting untuk menjaga keberlanjutan industri sawit Indonesia,” ungkap Zaid.
Dengan adanya kegiatan sosialisasi ini, diharapkan para petani dan pengusaha perkebunan sawit semakin memahami dan mampu memanfaatkan teknologi karbonisasi untuk mendukung keberlanjutan perkebunan sawit di Indonesia.
(***)