KUKAR, denganews.com — Koordinator Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Hardianda, memberikan penjelasan terkait ketidakhadiran pasangan bakal calon (paslon) perseorangan atau independen, AYL dan AZA, pada Pilkada Kukar 2024 dalam panggilan kedua yang dijadwalkan pada Sabtu malam (10/8/2024). Ketidakhadiran ini beralasan sakit dan disertai surat keterangan dokter, namun kasus ini masih dalam proses penyelidikan yang bisa berujung pada pembatalan pencalonan jika terbukti melanggar hukum.
Hardianda menjelaskan bahwa AYL dan AZA telah memenuhi panggilan pertama yang dilakukan pada Kamis (8/8/2024). Namun, pada saat itu, terlapor tidak bisa tinggal lama karena adanya agenda lain dan meminta agar panggilan klarifikasi kedua dijadwalkan pada Sabtu malam pukul 21.00 WITA. Akan tetapi, pada panggilan kedua ini, terlapor kembali tidak hadir dengan alasan sakit yang dibuktikan melalui surat resmi dari dokter.
Menurut Hardianda, prosedur pemanggilan di Gakumdu mengharuskan pihak terlapor, pelapor, dan saksi untuk hadir dua kali.
“Jika pada panggilan pertama tidak hadir, maka kami akan memanggil lagi keesokan harinya. Namun, jika pada dua panggilan tersebut mereka tidak hadir, kami akan tetap melanjutkan proses pemeriksaan berdasarkan bukti yang telah kami miliki,” terangnya.
Selain AYL dan AZA, ada juga tiga terlapor lain dalam kasus ini, termasuk dua Liaison Officer (LO) dari pasangan calon perseorangan tersebut. Kedua LO ini telah memenuhi panggilan pertama dan memberikan keterangan. Namun, hingga kini, AYL dan AZA belum hadir dalam proses klarifikasi.
Hardianda menegaskan bahwa Bawaslu masih memiliki waktu satu hari lagi untuk menyelesaikan penyelidikan ini.
“Batas waktu untuk penyidikan di Gakumdu adalah lima hari, dan hari ini sudah memasuki hari keempat. Jika terlapor tidak hadir pada pemanggilan kedua, kami akan melanjutkan proses pemeriksaan berdasarkan keterangan dan bukti yang telah kami peroleh,” jelasnya.
Penyelidikan ini difokuskan pada dugaan pemalsuan daftar dukungan yang dilaporkan ke Bawaslu sesuai dengan Pasal 185a UU Pemilu. Jika dugaan ini terbukti, terlapor dapat dikenakan sanksi pidana dengan hukuman minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan penjara.
“Tidak menutup kemungkinan jika terbukti, pencalonan paslon ini bisa batal. Ini karena proses verifikasi faktual daftar dukungan perseorangan yang diserahkan ke KPU dapat dianggap palsu jika terbukti ada pelanggaran,” tutup Hardianda.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena jika terbukti, dapat berdampak besar pada Pilkada Kukar 2024, khususnya terkait kelayakan paslon perseorangan untuk melanjutkan proses pencalonan. Bawaslu Kukar menegaskan komitmennya untuk menegakkan hukum secara tegas demi menjaga integritas pemilu. (M@n)